Kisah Hero Mobile Legends: Julian the Scarlet Raven. Julian adalah hero keempat yang menjadi anggota Forsaken Light, bersama dengan Yin, Melissa, dan Xavier. Memiliki role Fighter/Mage dan spesialis chase/magic damage, Julian akan rilis akhir Mei 2022. Berikut ini kisah hero Julian:
Story
Sepuluh Tahun Lalu
Sepuluh tahun lalu, pada suatu malam musim dingin, badai salju melanda markas Guild Free Smith.
Guild Free Smith yang didirikan oleh Terizla dituduh bersekutu dengan Abyss dan berakhir dihancurkan oleh Gereja Cahaya. Satu-satunya yang selamat adalah putra Terizla yang masih berusia 6 tahun. Dia hidup di jalanan selama beberapa hari hingga Gereja menemukan bocah kelaparan itu. Archbishop (Uskup Besar) melihat bakat pada anak itu, lalu memberinya nama Julian, nama yang dulunya menjadi milik seorang penyelamat di suatu zaman kuno. Archbishop mengirim Julian ke akademi spesial di Gereja Cahaya, yaitu Raven’s Nest (Sarang Gagak).
Kehidupan di Raven Nest
Berdiri di puncak tebing, sekolah itu menjadi rumah anak-anak yatim piatu yang memiliki bakat. Arcbishop memberitahu mereka bahwa anak-anak yang telah ditinggalkan oleh keluarganya tidak pantas mendapatkan kasih sayang, tapi Arcbishop akan memberi mereka cinta dan kesempatan, yang harus mereka bayar dengan rasa syukur dan kesetiaan. Mereka harus menjadi Ravens, pasukan khusus yang bertugas langsung di bawah Arcbishop dan membersihkan dunia dari para pendosa dan kejahatan untuk Lord of Light.
Julian memaksa dirinya sendiri untuk melupakan masa lalu. Tapi sekeras apapun dia mencoba, dia tidak bisa menghapus mimpi buruk dari pikirannya: ibunya meninggalkannya dan memohon ampun untuk dirinya sendiri, bahkan tanpa menatap Julian sedikitpun.
Julian juga mengingat gestur aneh di mimpinya, dia akan selalu menarik tepi mulut dengan tangannya dan memaksa diri untuk tersenyum. Selain hal itu, dia tidak mengingat apapun. Dia juga tidak tahu siapa yang mengajari hal itu atau apa yang terjadi saat itu.
Anak-anak di Raven’s Nest memiliki julukan Nestling. Mereka akan menjalankan tugas-tugas berat, mempelajari buku sihir dan teknik bela diri di siang hari. Kemudian mereka akan tinggal dan beristirahat di goa.
Kehidupan para Nestling sangat kesepian. Tapi Julian membuat sebuah keluarga di goanya: seekor tikus yang menyukai remah rati, burung pipit yang selalu berkicau, dan seekor kambing yang dia urus. Di setiap malam berangin, mereka akan selalu mendengar kesepian dan keraguan Julian.
Kedengkian Nestling Lain
Julian sangat bekerja keras di akademi dan menjadi salah satu murid terbaik di pekerjaan, pembelajaran, dan pertarungan. Dia dipuji oleh Archbishop meskipun dia tidak menyadari kecemburuan dari Nestling lain.
Suatu malam, Julian kembali ke kamarnya dan menemukan tiga mayat hewan peliharaannya. Di belakangnya terdengar suara kekehan jahat dari Nestling lainnya. “Tikus mendandakan ketidaksetiaan, burung pipit menandakan ketidaktahuan, dan kambing menandakan kelemahan.. Julian, kau tidak pantas mendapatkan cinta dari Gereja!”
Tiba-tiba pandangan mata Julian menjadi kabur saat darahnya naik. Kemudian Julian mengepalkan tinjunya dan pikirannya menjadi kosong. Setelah pertarungan berdarah, Julian ditarik oleh anggota Gereja. Archbishop juga datang ke lokasi kejadian dan berkata akan ada konsekuensi. Para Nestling terbaring tidak sadarkan diri di tanah.
Julian menutup matanya, menunggu hukuman dari Archbishop.
“Kedengkian.. Sungguh menjijikkan dan lemah. Usir para Nestling gagal ini!”
Hukumannya lebih mengerikan daripada eksekusi! Tapi bagaimana Archbishop akan menghukum Julian? Tidak terduga, Archbishop malah menepuk pundak Julian.
“Julian, kau melakukan hal yang benar. Dan kau membersihkan benda jorok di pojokan itu juga, kan?”
Julian tidak bisa berkata-kata. Dia melihat mayat piaraannya yang ditunjuk oleh Archbishop: mereka kotor, dingin, dan tidak penting. Perkataan Nestling lainnya menggema di telinganya.
“Benar kan!?” Suara Archbishop bagaikan sepasang tangan yang melilit lehernya dan membuatnya gemetar. Setelah terasa seperti satu abad lamanya, Julian mengangkat tepi mulutnya dan memaksa senyum kaku di pipinya.
Sorotan cahaya di pagi hari bersinar dari timur, setengah wajah Julian berada di sinar tersebut dan setengah wajahnya tersembunyi di kegelapan. Julian mengangguk.
“…Ya. Aku membunuh mereka.”
Julian berlutut di hadapan Archbishop. Dia yakin akan menjadi Raven terkuat.
Memburu Xavier
Beberapa tahun berlalu. Pada usia 15 tahun, para Nestling menghadapi ujian akhir mereka sebelum menjadi Raven. Beberapa menginfiltrasi pertahanan musuh, beberapa mengintai pergerakan Abyss, beberapa mengeliminasi pendosa.. Setelah tantangan yang berat, bahkan para Nestling yang kuat akan kelelahan. Setelah melewati ujian, mereka akan kembali ke Gereja Cahaya. Saat ujian terakhir, seorang Raven harus melupakan semua masa lalunya. Julian berhasil lulus ujian terakhir Raven, tapi di dalam hatinya terdengar suara kecil yang menolak suara Archbishop.
Di tengah malam, Julian sekali lagi membuat gestur itu: mengangkat tepi mulutnya dan memaksa tersenyum.
Mengapa dia harus tersenyum? Julian tidak paham, tapi dia tidak peduli karena dia adalah Raven terkuat.
Saat Xavier menghancurkan menghancurkan gerbang kota dan kabur bersama Yin dan Melissa, Archbishop mengirim Julian untuk menjalankan satu misi. Akal sehat Xavier yang malang telah diracuni oleh para pendosa dan dia harus diberi pengampunan. Julian mengejar mereka selama tujuh hari melewati pegunungan dan berhasil mendekat setelah Xavier, Yin, dan Melissa kelelahan karena harus bertarung tanpa henti.
Pertarungan segera terjadi. Julian mulai bertukar serangan dengan Xavier. Tidak ada pemenang dari pertarungan Raven terkuat melawan Xavier. Tudung kepala Julian terbuka. Melihat rambut warna merah itu, Xavier tercengang seolah mengenalinya. Kemudian Xavier terkena serangan Julian.
Xavier Menceritakan Kebenaran
Xavier tidak bisa bertarung lagi tapi masih berusaha melindungi Yin dan Melissa. Dia tertawa, “Ternyata kau yang akan menyucikanku. Lakukanlah. Lagipula, ibumu..”
Julian tidak mengayunkan senjatanya. Matanya terbuka lebar, “Kau mengetahui masa laluku!?”
Xavier agak ragu tapi akhirnya mengutarakan fakta: di malam bersalju itu, Julian muda disembunyikan di pojokan oleh ibunya. Dia memegang kepala Julian dan membuatnya mengenakan gestur senyuman. “Tetap di sini. Semuanya akan baik-baik saja. Saat kau tidak tahu apa yang harus kau lakukan.. Senyumlah..”
Takut, Julian memeluk ibunya sebelum ia didorong dan berlari untuk memancing musuhnya. Setelah ibu Julian dibunuh oleh Raven bawahan Archbishop, Xavier mengetahui Julian yang bersembunyi.
Julian tidak tahu apa yang terjadi dan harus bereaksi bagaimana. Pada saat itu, dia mengingat ibunya mengangkat tepi mulutnya. Dia memaksa diri untuk membuat senyuman.
“Itulah faktanya.”
Menemukan Jati Diri
Wajah ibu Julian yang telah ia lupakan sepuluh tahun lalu menjadi jelas, bersamaan dengan dinding di Guild Free Smith, tungku perapian, dan mainan kayu yang ayahnya berikan kepadanya.. Tangan Julian bergetar hebat. Seorang Raven yang mengingat masa lalunya tidak akan mampu mengayunkan pedangnya tanpa keraguan lagi. Ibunya yang sangat mencintainya dan bahkan harus mengorbankan nyawanya. Dia tidak pernah ditinggalkan oleh keluarganya.
Pada saat itu, Alice dan para iblis muncul di hadapan Julian, Xavier, Yin, dan Melissa. Kemudian Julian maju dan berdiri di hadapan Alice. Dia melawan Alice dan para iblis untuk mengulur waktu agar Xavier, Yin, dan Melissa yang kelelahan bisa kabur. Setelah Xavier dan yang lainnya melewati jembatan yang menghubungkan bukit satu dengan bukit yang lain, Julian memotong jembatan.
Melindungi mereka tidak ada di kamus Julian. Mengeliminasi para pendosa adalah tugas seorang Raven, tapi tidak untuk seorang Julian. Dia hanya bisa mencari Xavier dan mempelajari masa lalunya setelah melawan Alice.
Meskipun banyak iblis kuat di depannya, Julian masih bisa mengingat senyuman ibunya. Dan untuk pertama kaliya, senyuman Julian terlihat nyata dan tidak terpaksa. Akhirnya dia menemukan jati dirinya.
Comment on “Kisah Hero Mobile Legends: Julian the Scarlet Raven”